Deep Learning : Konsep dan Implementasinya

Deep Learning : Konsep dan Implementasinya


Definisi Deep Learning

1. Definisi dari Fullan

Deep Learning is the process of acquiring these six global competencies: character, citizenship, collaboration, communication, creativity, and critical thinking.”

Deep Learning adalah proses perolehan enam kompetensi global ini: karakter, kewarganegaraan, kolaborasi, komunikasi, kreativitas, dan pemikiran kritis

2. Definisi dari Puskurjar Kemdikdasmen

Pembelajaran Mendalam merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful), dan menggembirakan (joyful) melalui olah pikir (intelektual), olah hati (etika), olah rasa (estetika), dan olah raga (kinestetik) secara holistik dan terpadu (Puskujar, 2025)

3. Definisi dari Kamus Cambridge

a complete way of learning something that means you fully understand it and will not forget it:

Deep learning is the kind you take with you through the rest of your life.

Cara lengkap untuk mempelajari sesuatu yang berarti Anda sepenuhnya memahaminya dan tidak akan melupakannya.

Deep learning adalah jenis yang Anda bawa selama sisa hidup Anda.

https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/deep-learning

Dengan melihat dari definisi pertama, ketika pembelajaran dikemas dalam bentuk praktikum maka di sini kompetensi siswa yakni kolaborasi, komunikasi, kreatif, dan berpikir kritis (4C) akan sangat kental. Untuk meningkatkan kompetensi karakter, yakni learning to learn, resilien, regulasi diri, bertanggung jawab, integritas dan lainnya tentunya dapat dikembangkan. Demikian juga dengan karakter kewarganegaraan (citizenship) seperti berpikir global, menyelesaikan berbagai masalah, termasuk juga dengan empati dan kepedulian dengan sesama pun dapat ditingkatkan.

Jadi, memang tidak berhenti pada kompetensi 4C tetapi kompetensi tersebut teraktualisasikan dengan terintegrasi pada kompetensi kewarganegaraan maupun karakter.

Selanjutnya, merujuk definisi kedua, yakni dalam deep learning ini perlunya suasana dan proses pembelajaran yang berkesadaran, kebermaknaan, dan menyenangkan yang melibatkan seluruh aktivitas fisik dan mental. Maka apa yang dilakukan oleh siswa sudah mengarah ke sana meskipun belum sepenuhnya. Misalnya, terkait dengan kebermaknaan maka pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki siswa menjadi bekal yang kuat untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam berbagai konteks yang berbeda. Proses pembelajaran ini tidak berurusan dengan nantinya akan diujikan apa tidak. Karena bisa kembali terjebak pada surface learning atau pembelajaran dangkal lagi.

Biar tidak salah persepsi dalam postingan berikutnya nanti akan kita diskusikan perbedaan antara deep learning dengan surface learning maupun bahasan khusus tentang asesmen dalam deep learning.

Selanjutnya, merujuk definisi ketiga dari Cambridge, dengan deep learning ini maka apa yang dipelajari akan diingat sepanjang hidup. Jadi, memang benar-benar bermakna dan bermanfaat bagi si pembelajar. Bukan lagi belajar keras yang akhirnya apa yang didapat hilang setelah ujian. Begitu kan yang banyak terjadi? Jika ini yang terjadi, dipastikan itu bukan pembelajaran mendalam (deep learning) tetapi pembelajaran dangkal (surface learning).


Surface Learning vs Deep Learning

Dengan deep learning atau pembelajaran mendalam menjadi trending topik, lantas juga muncul pertanyaan apa itu pembelajaran yang tidak mendalam? Kemudian setelah membaca berbagai sumber didapatkan padanan pembelajaran yang tidak mendalam itu sebagai pembelajaran dangkal atau pembelajaran permukaaan atau surface learning.

Dengan memahami perbedaan keduanya diharapkan, akan semakin paham dengan konsep pembelajaran mendalam atau deep learning serta bagaimana mengimplementasikannya.

Dalam paparan mengenai pembelajaran mendalam dalam halaman 19 diberikan tabel mengenai taksonomi SOLO dan Bloom dalam pembelajaran mendalam sebagai berikut.


Jika melihat tabel di atas, tampak istilah yang dipakai sebagai lawan kata pembelajaran mendalam adalah pembelajaran mendasar. 

  • Pada pembelajaran mendalam, tingkat pembelajaran peserta didik pada level cakap dan unggul. Jika dikaitkan dengan pemenuhan KKTP, maka peserta didik pada tingkatan berkembang dianggap termasuk dalam kategori pembelajaran dasar.
  • Terkait dengan taksonomi SOLO, pada pembelajaran mendalam peserta didik dalam membuat hubungan berbagai topik/masalah (relasional) serta dapat berpikir abstrak yang mendalam. Jadi, semisal peserta didik dapat menjelaskan berbagai fakta yang ditemui meskipun dalam jumlah yang banyak tetapi tidak dapat membuat hubungan antar fakta tersebut maka termasuk pembelajaran dasar.
  • Terkait dengan taksonomi BLOOM, maka pembelajaran mendalam ditandai dengan peserta didik dapat menerapkan, menganalis, mengevaluasi, dan mencipta. Artinya kalau melihat tabel tersebut pembelajaran mendalam atau deep learning ini tidak harus HOTS, tetapi jika HOTS pasti pembelajarannya mendalam.
Jensen (1950), dalam bukunya yang berjudul Deeper learning : 7 Powerful Strategies for In-Depth and Longer Lasting Learning, membedakan antara simple learning dengan deeper learning (complex). Dalam pembelajaran sederhana atau simple ini tidak memerlukan usaha yang keras tetapi sebatas mengingat. Seperti menceritakan kembali, kondisi biasa, hal yang sudah rutin dan sejenisnya. Sedangkan dalam pembelajaran mendalam membutuhkan langkah yang lebih kompleks atau berpikir dengan lebih keras. Misalnya menyelesaikan permasalahan dengan lintas disiplin ilmu, berdiskusi, riset dan sejenisnya.

Deep, surface and strategic learning
Ada sebuah referensi yang bukan membedakan antara deep learning dan surface learning, tetapi juga strategic learning. Perbandingan ketiganya ditunjukkan pada tabel berikut.
Sumber : https://www.mariancollege.org/miitle/assets/downloads/mitle/resources/Deep-Surface-and-Strategic-Learning.pdf

Dari tabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pada pembelajaran mendalam, peserta didik :
  1. berupaya memahami sebuah materi atau subjek. 
  2. berinteraksi dengan penuh semangat
  3. mampu menghubungkan gagasan baru dengan pengetahuan sebelumnya
  4. cenderung membaca dan belajar di atas rata-rata
  5. termotivasi oleh minat mereka sendiri
Pada pembelajaran permukaan, peserta didik :
  1. belajar untuk mengulangi pelajaran sebelumnya
  2. mencoba mengingat informasi yang dibutuhkan untuk penilaian
  3. memiliki pandangan terbatas serta berkonsentrasi pada hal yang detil
  4. gagal membedakan antara prinsip dengan contoh
  5. menganggap cukup dengan memenuhi standar
  6. termotivasi karen takut gagal

Pada pembelajaran strategik, peserta didik :
  1. menghendaki mendapatkan nilai yang tinggi
  2. mengelola waktu untuk mendapatkan hasil yang terbaik
  3. memastikan terpenuhinya kondisi dan bahan-bahan untuk belajar
  4. menjadikan ujian/penilaian sebelumnya untuk memprediksi ke depannya
  5. menggunakan kriteria penilaian dengan cermat
Pendekatan pembelajaran strategik ini, memadukan kedua pendekatan lainnya sesuai dengan situasi yang dihadapi. Dengan pendekatan yang tepat, seorang peserta didik akan berhasil dan memiliki pemahaman yang bagus.

Mengapa di sini juga dikenalkan dengan pembelajaran strategik? Sangat mungkin akan ada pendekatan yang lain, sehingga pikiran kita makin terbuka tidak hanya berpusat dengan 2 pendekatan yang dianggap berlawanan yakni antara pembelajaran permukaan dan pembelajaran.

Sangat mungkin juga akan menemukan istilah yang artinya sama atau mirip, seperti surface learning dengan simple learningdeep learning dengan complex learning. Atau dalam padanan bahasa Indonesianya seperti pembelajaran permukaan, pembelajaran sederhana atau pembelajaran dasar.

Yang utama adalah bagaimana peserta didik dapat memanfaatkan apa yang didapatkan dari hasil belajarnya  baik untuk diri sendiri maupun lingkungan bahkan dalam level global. Sehingga apa yang dipelajari akan menjadi pengalaman sepanjang hidup yang tak terlupakan.

Kerangka Kerja Deep Learning

Agar dalam menerapkan deep learning sesuai tujuannya, maka diperlukan frame work atau kerangka kerja yang bertindak sebagai kompas atau penjaga arah. Jika deep learning ini untuk mencapai 6 kompetensi global (Fullan) atau 8 dimensi profil lulusan (kemdikdasmen), kerangka kerja ini dipakai sejak perencanaan sampai evaluasi program.

Berikut ini kerangka kerja deep learning dari Fullan (kiri) maupun dari kemdikdasmen (kanan) untuk membantu pemahaman kita agar lebih baik lagi.


Ada 4 lapisan dalam kerangka kerja deep learning dari Fullan, yang berbentuk lingkaran yang saling menguatkan.
Lapis 1`: deep learning dengan 6 kompetensi global sebagai outcome.
Lapis 2 : 4 elemen desain pembelajaran (praktik pedagogik, kemitraan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pemanfaatan digital)
Lapisan 3 : kondisi yang mendukung pembelajaran mendalam yang meliputi kondisi sekolah, daerah, dan sistem.
Lapisan 4 : inkuiri kolaborasi yang mengelilingi seluruh lapisan lainnya karena pembelajaran mendalam memerlukan pembelajaran berkelanjutan pada setiap tingkatannya.

Deep learning atau pembelajaran mendalam pada lapisan terdalam ini digambarkan sebagai 6 kompetensi global yang terdiri dari karakter, kewarganegaraan (citizenship), kreatif, berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi. Sehingga deep learning ini dapat didefinisikan sebagai proses untuk mencapai kompetensi global tersebut yang dikenal dengan 6C. Kompetensi tersebut menggambarkan peningkatan kompleksitas dalam berpikir dan menyelesaikan masalah, handalnya kemampuan kolaborasi, pemahaman diri, dan tanggung jawab yang membawahi karakter dan kemampuan untuk merasakan dan melakukan aksi nyata sebagai warga dunia.

Dalam kaitannya terhadap lapisan 3, yakni perlunya kondisi yang mendukung deep learning ini, perlu diperhatikan 5 hal utama yaitu visi, kepemimpinan, budaya kolaborasi, memperdalam pembelajaran, dan pengukuran/penilaian yang baru.

Dalam kerangka pembelajaran mendalam yang disajikan oleh Puskurjar ada 3 prinsip pembelajaran, yakni berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan yang dikenal dengan mindful learningmeaningful learning, dan joyful learning.

Pengalaman belajar yang berada pada lapisan di atasnya memuat memahami, mengaplikasi, dan merefleksi. Dari pengalaman belajar ini, tampak bahwa meskipun sebagai sebuah siklus, yang artinya refleksi yang dihasilkan akan menjadi refleksi awal bagi siklus berikutnya.

Dari siklus di atas tampak bahwa refleksi sebagai tingkat tertinggi yang seagai bentuk regulasi diri. Yang artinya seseorang mampu memahami dirinya dengan lebih baik terkait apa yang menjadi kelebihan dan kelemahannya sehingga tahu apa langkah yang dilakukan selanjutnya. Kondisi deep learning tercipta pada tahap refleksi dan juga saat seseorang mampu mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan untuk memberikan kemaanfaatan lebih lanjut.

Deep learning atau pembelajaran dasar pada tingkatan mengaplikasikan dan merefeksikan, sedangkan surface learning atau pembelajaran dasar : memahami.

Meskipun demikian untuk mencapai tahap pembelajaran mendalam ini, fase pembelajaran dasar perlu dilewati untuk mendapatkan pondasi yang kuat.

Dengan adanya kerangka kerja deep learning atau pembelajaran mendalam ini akan menjadi acuan bagaimana pembelajaran tersebut dibangun dan dikuatkan.

Kaitannya dengan P5 dalam Kurikulum Merdeka  

Ketika membahas P5, maka akan menjadi "deep learning", ketika memang benar-benar projek peserta didik yang berangkat dari kesadaran diri (mindful), bermakna (meaningful) serta menyenangkan (joyful). Adanya kesadaran diri untuk peka dengan permasalahan di sekolah maupun lingkungannya, belajar tidak berhenti pada pengetahuan semata tetapi ada manfaat yang didapat, dan tentunya apa yang dilakukan sebagai passion.

Misalnya, ada fenomena banyaknya sampah maka peserta didik akan tersadarkan untuk mengatasi masalah tersebut. Peserta didik atau siswa bukan sekedar mendapatkan instruksi dalam penanganan sampah tersebut. Apalagi hanya sekedar mendapatkan pengetahuan tentang penanganan sampah. 

Bisa jadi, ada ada siswa yang piawai membuat puisi akan membuat karya tentang kesadaran menjaga kebersihan maupun permasalahan lingkungan lainnya. Di sini pengetahuan apapun yang dimiliki peserta benar-benar diterapkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan.

Dari sisi lain, 4C sebagai kompetensi abad 21 ini, tidak berhenti juga menjadi sekedar kompetensi tetapi memang menjadi pondasi dasar untuk how to engage the world change the world. 

Jadi, deep learning ini jika diterapkan sesuai konsep yang sebenarnya akan sangat relevan dengan kurikulum merdeka. Bukan sekedar siswa belajar mendapatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan, tetapi bagaimana menjadikan mereka memiliki karakter dalam kontek profil Pancasila maupun kompetensi kelulusan secara umum. 






No comments

Powered by Blogger.